(+62) 21 720 6125 ︱ (+62) 21 727 90520

id_ID Bahasa Indonesia
id_ID Bahasa Indonesia en_US English

Join Us!

Instagram Facebook-f Linkedin-in Twitter
  • Beranda
  • SGP Indonesia
  • Proposal
  • Publikasi
    • Grantees Product
    • Berita
    • Buku / Terbitan
    • Fotografi
    • Laporan Mitra
  • Galeri
  • Panduan
  • Hubungi
  • Data Online

Menu Categories
  • Beranda
  • SGP Indonesia
  • Proposal
  • Publikasi
    • Grantees Product
    • Berita
    • Buku / Terbitan
    • Fotografi
    • Laporan Mitra
  • Galeri
  • Panduan
  • Hubungi
  • Data Online
  • Solar Panels
  • Wind Turbine
  • Biomass
  • Geothermal
  • Monocrystalline
  • Polycrystalline
Facebook Twitter Youtube Linkedin Whatsapp

Dari Bulukumba untuk Indonesia: Ekspedisi GEF SGP Indonesia Ungkap Potensi Kopi Kahayya dan Aren Bajiminasa

11/06/2025 /Posted byadmin sgp
Ekspresi kolaborasi lintas aktor dalam kunjungan lapangan GEF SGP Indonesia di Bulukumba — petani, fasilitator, akademisi, dan pemerintah bersatu menjaga hutan. /WartaBulukumba.com/

(11/6) Menerabas belukar, menyusuri jalan setapak, langkah-langkah para peneliti dan aktivis menapak tanah lembap di pinggiran Sungai Balangtieng. Di sela pohon aren yang menjulang, aroma fermentasi kopi dan asap dapur kayu menyatu dalam udara sejuk. Hutan berbicara — dan hari itu, ia didengarkan.

Selasa, 10 Juni 2025, menjadi momentum penting bagi para penggerak perhutanan sosial. Kegiatan lapangan dan Monev GEF SGP Phase 7 bertajuk “Unlocking the Potential of Social Forestry & Non-Timber Forest Products (NTFPs) for Sustainable Livelihoods” digelar di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Ekspedisi ini bukan hanya forum diskusi, tapi perjalanan kolaboratif para pelaku perubahan.

Dimulai dari Jakarta, rombongan peserta bertolak ke Makassar lalu menuju Hutan Pendidikan Unhas, lokasi diskusi multi-stakeholder yang menyoroti peluang greenpreneurship berbasis HHBK.

Hadir di antaranya: Dr. Bambang Supriyanto, Dirjen PSKL (2019–2024), Ir. Laksmi Dhewanthi, MA, eks Inspektur Jenderal KLHK, Prof. Makkarennu, Fakultas Kehutanan Unhas, dan Viringga Kusuma, pendiri AMATI Indonesia.

Diskusi memetakan potensi HHBK — dari kopi dan aren, hingga cengkeh dan rumput laut — sebagai penopang ekonomi masyarakat sekitar hutan. Sore harinya, tim melanjutkan perjalanan darat panjang ke Bulukumba, pusat kegiatan utama ekspedisi.

Hari kedua: Kopi Kahayya dan aren Bajiminasa

Selasa, 10 Juni 2025, ekspedisi berlanjut ke Desa Kahayya, sentra kopi hutan yang dikelola secara agroforestri oleh petani lokal. Diskusi terbuka dilakukan bersama para petani kopi, membahas tantangan akses pasar, regenerasi petani, dan daya saing produk.

“Ini bukan sekadar tanam dan panen,” kata Sri Puswandi, Ketua Dana Mitra Tani Bulukumba. “Kopi, cengkeh, gula aren, bahkan rumput laut — semuanya adalah cara kami menyambung hidup sekaligus menjaga hutan. Kegiatan ini penting agar suara petani didengar langsung oleh pengambil kebijakan.”

Setelah makan siang, rombongan bergerak menuju Desa Bajiminasa, tempat berlangsungnya kunjungan Taman Aren. Di lokasi ini, peserta berdialog dengan minimal 10 petani aren tentang teknik penyadapan, proses pengolahan, dan stabilitas harga pasar lokal.

Malam hari, evaluasi tidak hanya terjadi di meja makan, tapi juga dalam percakapan santai antarmitra di warung makan kota. Cerita-cerita kecil dari lapangan dibawa pulang ke penginapan, menunggu untuk dirumuskan.

Hari Ketiga: Kampung adat dan rumput laut pesisir

Rabu, 11 Juni 2025, peserta mengunjungi Kampung Adat Kajang di Desa Tanatoa — kawasan adat yang masih menjaga teguh prinsip hidup berdampingan dengan alam. Kunjungan ini memberi perspektif unik bahwa perhutanan sosial tak hanya soal ekonomi, tetapi juga spiritualitas dan identitas budaya.

Setelah makan siang, ekspedisi berlanjut ke Kelurahan Danuang, lokasi budidaya rumput laut yang sebagian besar dikelola oleh perempuan. Kunjungan disambut antusias, dan diskusi dilakukan bersama setidaknya 10 petani rumput laut mengenai adaptasi iklim dan akses permodalan.

Malam harinya, semua temuan lapangan dikristalisasi dalam sesi evaluasi akhir yang dihadiri oleh seluruh delegasi dan host lokal seperti Balang Institute.

Sinergi sosial dalam ekonomi hutan

Selama tiga hari, peserta menyaksikan langsung bagaimana HHBK bukan hanya hasil hutan, tapi juga hasil dari jejaring sosial, kerja kolektif, dan kepercayaan antar generasi. Dari petani muda kopi di Kahayya hingga pengrajin gula aren di Bajiminasa, semua bergerak bersama menjaga hutan sambil hidup darinya.

“Kalau hutan diberi tempat bicara, ia tidak akan meminta dilindungi. Ia akan menunjukkan caranya menjaga kita — lewat kopi, gula, cengkeh, dan laut,” ujar salah satu peserta dari Universitas Hasanuddin.

Ekspedisi ini bukan penutup, tapi pembuka — ruang baru bagi kolaborasi lintas aktor agar hutan tetap hidup, dan manusia tetap bermartabat bersamanya.

Ekspedisi pengetahuan: Menyusuri hutan dan harapan

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini menghadirkan lintas aktor: akademisi, praktisi lapangan, tim GEF SGP Indonesia, pejabat pemerintah, hingga mitra pelaksana lokal. Tujuannya menyatu: memahami bagaimana Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dapat memperkuat ekonomi warga, sekaligus menjaga ekosistem.

“Kegiatan ini penting bukan hanya untuk evaluasi, tapi juga mempertemukan para pelaku dari berbagai latar belakang agar terjadi sinergi lapangan yang nyata,” ujar Sri Puswandi, Ketua Dana Mitra Tani Bulukumba pada Rabu, 11 Juni 2025. “

Kopi, cengkeh, gula aren, bahkan rumput laut — semuanya bukan sekadar komoditas, tapi representasi nilai lokal yang selama ini kurang dihargai.” Kopi, Aren, dan Cengkeh: Potensi yang Tumbuh Bersama Komunitas

Kopi, Aren, dan Cengkeh: Potensi yang Tumbuh Bersama Komunitas

Ekspedisi ini mengangkat empat potensi HHBK utama di kawasan perhutanan sosial Bulukumba:

  • Kopi hutan yang dibudidayakan secara agroforestri
  • Gula aren yang diolah menggunakan teknik tradisional
  • Cengkeh sebagai rempah bernilai ekspor
  • Rumput laut, hasil laut yang menjadi sumber penghidupan perempuan pesisir.

Masing-masing komoditas tak hanya menjadi sumber ekonomi, tetapi juga simbol keberhasilan pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

“Kuncinya adalah kepercayaan masyarakat terhadap hutan sebagai aset bersama. Dengan pendekatan yang tepat, HHBK bukan cuma jadi tambahan penghasilan, tapi tulang punggung ekonomi desa,” lanjut Sri Puswandi.

Sinergi lintas aktor di DAS Balantieng

Program GEF SGP (Global Environment Facility – Small Grants Programme) yang kini memasuki fase ke-7, menjadi jembatan penguatan jejaring antar pemangku kepentingan. Mitra lokal seperti Dana Mitra Tani berperan penting dalam memastikan suara komunitas sampai ke level kebijakan.

Ekspedisi ini membuka ruang dialog terbuka. Diskusi tidak hanya soal capaian teknis, tetapi juga tantangan riil di lapangan, dari regenerasi petani hingga akses pasar. Partisipasi aktif komunitas lokal menjadi bukti bahwa pendekatan berbasis masyarakat bukan sekadar teori. Ekspedisi Bulukumba ini meninggalkan jejak lebih dari sekadar catatan monev. Ia menyalakan harapan bahwa hutan bisa menjadi pusat inovasi sosial — tempat ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup berdampingan. “Kami ingin kegiatan ini tidak berhenti di laporan. Harus ada keberlanjutan, dukungan, dan kebijakan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek utama pengelolaan sumber daya,” tutup Sri Puswandi.***

Sumber: https://wartabulukumba.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-879407347/dari-bulukumba-untuk-indonesia-ekspedisi-gef-sgp-indonesia-ungkap-potensi-kopi-kahayya-dan-aren-bajiminasa?page=4

Tags: DAS Balangtieng, GEF SGP Indonesia, Mitra Lokal GEF SGP Indonesia, Tradisi Untuk Lingkungan
Usaha Gula Aren Ramah Lingkung...

Comments are closed

GEF SGP Indonesia

Jalan Alam Segar VII No.14, RT.6/RW.16,
Pd. Pinang, Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12310

Tentang GEF SGP Indonesia

    • Layanan

    • Media

    • Berita

Kontak Kami

Phone :

+62 21-720-6125

+62 21-727-90520

Whatsapp ( chat only ) :

+62 813-3350-4969

Email : info@sgp-indonesia.org

© GEF SGP Indonesia 2023