Jakarta (28/10). Film garapan Rekam Film dan Teras Mitra yang disupport GEF SGP Indonesia dan UNDP yang berjudul “Harmoni” ikuti Kompetisi Direction Award di Jakarta Film Week 2024 (JFW 2024) mulai dari 23 – 27 Oktober 2024 dan screening pada 25 Oktober 2024 jam 16:00 di CGV Grand Indonesia, Jakarta.
Tahun ini Jakarta Film Week memutar 140 film yang berasal dari 55 negara dengan memperebutkan beberapa penghargaan antara lain: Global Feature Award, Direction Award, Jakarta Film Fund Award, Global Short Award, Global Animation Award dan Series of The Year Award.
Jakarta Film Week 2024: Film Harmoni Terpilih dalam Direction Award
Direction Award Jakarta Film Week 2024 adalah pemberian penghargaan kepada film dengan pengisahan cerita yang visioner dan penyutradaraan yang luar bisa sehingga dapat meningkatkan seni pembuatan film dan memberikan pengalaman sinematik yang tidak terlupakan.
Sebagai sinopsis, Harmoni terinspirasi dari kisah nyata tentang dua petani. Made, seorang Petani rumput laut di Nusa Lembongan, Bali yang bersikeras mempertahankan usaha bertani rumput lautnya, ditengah masifnya sektor pariwisata yang merusak kelestarian ekosistem laut. Sementara itu jauh di pelosok daerah Transmigrasi, Tuwarno seorang Petani Jagung di Desa Saritani, Gorontalo harus menghadapi bencana kekeringan akibat kemarau Panjang. Akankah mereka berdua mampu menghadapi krisis lingkungan dan perubahan iklim?
Penayangan harmoni di JFW 2024 ditonton oleh beragam latar belakang mulai dari aktivis lingkungan, pecinta film, para pelaku industri film orang tua, akademisi, dan lainnya. Seusai menonton film, terdapat sesi Q&A bersama dengan Director Film Harmoni Yuda Kurniawan, Executive Produser Catharina Dwihastarini dan Penulis Skenario Misya Latief.
Q&A Film Harmoni: Isu Perubahan Iklim Adalah Tanggung Jawab Kita Bersama
Saat diskusi, Yudha yang berlatar belakang sebagai anak seorang petani menjelaskan bahwa kisah nyata dalam film harmoni merupakan gambaran nyata dari kondisi pertanian yang ada di Indonesia. Ia menyatakan bahwa beberapa dekade terakhir, perubahan cuaca dan musim sangat sulit untuk diprediksi sehingga musim tanam dan musim panen sangatlah terganggu.
“Hal tersebut jelas sangat berdampak bukan hanya pada keluarga kami yang sangat menggantungkan hidup dari hasil pertanian tapi juga seluruh petani yang ada di bumi ini. Semua ini jelas karena dampak perubahan iklim yang kemudian memicu pemanasan global,” jelas Yudha.
Selain itu, Yuda juga menyoroti hal lainnya di dalam film harmoni yaitu krisis lingkungan yang dialami petani rumput laut di Pulau Nusa Lembongan, karena masifnya pembangunan lahan pariwisata sehingga mempengaruhi keseimbangan ekologi, hilangnya lahan pertanian, degradasi ekosistem hingga meningkatnya limbah yang dihasilkan karena pariwisata. Dirinya bahkan menceritakan keadaan miris yaitu sulitnya mencari tempat shooting untuk menggambarkan cerita dari film harmoni.
“Salah satu hal menjadi ironi adalah, dikarenakan kita kesulitan mendapatkan lokasi shooting yang pas untuk salah scene, kita bahkan menggunakan salah satu lahan yang sudah dijual kepada investor akan tetapi belum dibangun menjadi lahan bisnis,” tambahnya.
Ekskutif Produser Film Harmoni, Catharina Dwihastarini menjelaskan bahwa film tersebut mengangkat kisah nyata yang didasarkan pada buku Sangia, Hui, Sang Hyang Dollar, dan Para Pembaca Bintang yang di-release GEF SGP Indonesia Fase 6 dan Teras Mitra pada tahun 2021 yang merupakan salah satu publikasi pengalaman dan pengetahuan masyarakat lokal.
“Melalui Film Harmoni saya mencoba mengajak semua pihak untuk tidak hanya menyaksikan, tetapi juga terlibat dalam gerakan melawan perubahan iklim dengan belajar dari kearifan lokal yang masih relevan hingga saat ini,” jelasnya.
Lebih lanjut Ia mengharapakan, Film Harmoni dapat terus didiseminasikan ke masyarakat luas sehingga kita bisa lebih merenungi bahwa perubahan iklim bukan hanya masalah alam, akan tetapi menjadi tanggung jawa kita bersama sebagai manusia.
“Film ini dapat menjadi sebuah jendela untuk memahami betapa kompleksnya kehidupan kita di tingkat tapak dan bagaimana masyarakat berjuang bertahan dengan memanfaatkan pengetahuan yang mereka miliki. Saya berharap film ini akan memicu kesadaran kolektif bahwa kita semua harus berperan aktif dalam mencari solusi dan menjaga keseimbangan alam” pungkasnya.