Gorontalo (18/11). Institute for Human and Ecological Studies (Inhides) dengan pendanaan GEF SGP Indonesia Fase VII, laksanakan diseminasi hasil riset kehilangan keanekaragaman hayati (Biodiversity Loss) di wilayah penyangga Bentang Alam Nantu dan Tahura BJ Habibie Gorontalo. Kegiatan tersebut berlangsung secara luring yang dihadiri oleh Tokoh Pemerintahan Gorontalo, Tokoh Masyarakat dan Para Perwakilan LSM dari berbagai penjuru Indonesia pada (18/11).
Diseminasi hasil riset ini bekerja sama dengan Pusat Kajian Ekologi Pesisir Berbasis Kearifan Lokal (PKEPKL) UNG yang memiliki tujuan untuk menyebarluaskan hasil temuan penelitian, serta memperoleh masukan, kritik dan saran untuk menambah perspektif serta memperkaya informasi. Inhides bekerja sama dengan dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Ketua PKEPKL UNG Prof. Ramli Utina dalam pembukaannya menjelaskan bahwa biodiversity merupakan hal yang harus terus dibahas dan dibincangkan di ruang publik. Ia menyebutkan bahwa kondisi saat ini dengan banyaknya pembukaan lahan serta aktivitas antropogenik telah menimbulkan menurunnya
“SM Nantu dan Tahura BJ Habibie uang berbatasan langsung dengan desa-desa berpenduduk tentu perlu diperhatikan dan ditindak lanjuti. Tindakan seperti pertanian dan perkebunan monokultur tentu akan menjadi ancaman terjadinya biodiversity loss,” jelas Ramli.
Menurutnya, Biodiversity loss juga dapat dikaitkan dengan culture loss yaitu terjadinya penurunan pengetahun dan kultur sehingga menyebabkan biodiversity loss seperti tumbuhan yang digunakan oleh perangkat adat telah mulai berkurang penggunanaannya sehingga lambat laun akan menghilang.
“Contohnya adalah bambu kuning yang digunakan untuk ritual untuk suku adat masyarakat Gorontalo. Kini makin terancam karena banyak masyarakat yang tidak lagi membudidayakannya,” tambahnya.
Mengakhiri pembukaannya, Ramli mengharapkan hasil riset ini bukan hanya sebatas riset tanpa lanjutan. Akan tetapi dapat menjadi sebuah acuan untuk melaksanakan aksi dalam menjaga keberlanjutan biodiversitas di SM Nantu dan Tahura BJ Habibie.
Inhides: Biodiversity Loss di SM Nantu dan Tahura B. J. Habibie Disebabkan oleh Masifnya Kegiatan Antropogenik
Memasuki pemaparan dan tanggapan hasil riset, kegiatan dimoderatori oleh Tarmizi Abbas yang merupakan direktur Inhides Gorontalo. Di awal sesi, Terri Repi sebagai Koordinator Program Inhides memaparkan hasil temuan Inhides yang dilakukan di dua Desa yaitu Desa Bontula dan Desa Sari Tani karena berbatasan langsung dengan SM Nantu dan Tahura BJ Habibie.
Hasil riset yang berjudul “Biodiversity Loss di Kawasan Penyangga Bentang Alam SM Nantu & Tahura B.J. Habibie” Terri menjelaskan bahwa kedua kawasan penyangga bentang alam tersebut memiliki berbagai keanekaragaman hayati akan tetapi dikarenakan kegiatan masyarakat yang berhadapan langsung dengan wilayah konservasi menimbulkan kegiatan antropogenik secara masif.
“Kami menemukan banyak tumbuhan yang ditebang berasal dari SM Nantu dan Tahura BJ Habibie yang digunakan oleh masyarakat untuk bahan bakar memasak dan penggunaan konstruksi. Selain itu, beberapa jenis satwa endemik juga dimanfaatkan oleh masyarakat,” jelas Terri.
Lebih lanjut, Teri menjelaskan masifnya pola pertanian monokultur telah berdampak negatif dalam mendorong pembukaan lahan hutan sehingge dapat menyebabkan erosi dan sedimentasi serta hilangnya beragam jenis tanaman lokal.
Selain itu, tingginya sistem pertanian konvensional, rendahnya kesadaran masyarakat mengenai keanekaragaman hayati serta penerapan dan penegakan aturan konservasi dan pertanian berkelanjutan yang belum dilakukan secara maksimal telah menyebabkan terjadinya biodiversity loss.
“Masyarakat sekitar saat ini masihlah sangat bergantung dengan keanekaragaman yang ada di SM Nantu dan Tahura BJ Habibie. Tak hanya itu, pemanfaatan yang dilakukan masyarakat tidak dibersamai dengan upaya pelestarian,” tambahnya.
Di akhir pemaparannya, Terri memberikan beberapa saran dan rekomendasi berdasarkan temuannya bersama dengan tim Inhides, di antaranya, Saran Penelitian Lanjutan:
- Perlu dilakukan penelitian lanjutan di beberapa lokasi di sekitar Kawasan Bentang Alam SM Nantu dan Tahura BJ Habibie untuk memperoleh gambaran kehilangan biodiversitas secara komprehensif.
- Perlu melakukan analisis spasial dengan menggunakan citra tahun 2020-2024, untuk melihat bagaimana perubahan tutupan dan penggunaan lahan yang terkini.
- Perlu melakukan penelitian spesifik mengenai valuasi keanekaragaman hayati dan valuasi nilai kehilangan keanekaragaman hayati yang terjadi
- Perlu melakukan penelitian spesifik mengenai kehilangan kultural (cultural loss) akibat dari kehilangan keanekaragaman hayati
Rekomendasi:
- Mendorong praktik pertanian berkelanjutan dengan pola polikultur seperti tumpang sari, tanaman campuran, dan tanaman bergiliran.
- Mendorong praktik pertanian pola agroforestery melalui budidaya tanaman kayu untuk kebutuhan kontruksi dan jenis-jenis tanaman produktif lainnya.
- Merehabilitasi lahan hutan sekunder, semak belukar dan lahan terbuka di kedua dusun dengan penanaman jenis-jenis pohon berkayu dan atau pohon produktif
- Mendorong penegakan dan penerapan aturan konservasi dan pertanian berkelanjutan
- Merevilitasi pangan lokal yang hilang dengan pengadaan bibit serta mengatur tata kelola sistem pertanian hingga rantai pasar.
- Melakukan penyadartahuan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai konservasi, pertanian berkelanjutan, pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati, dan manfaat hutan secara umum.
Guru Besar UNAS: Penambahan Jumlah Populasi dan Aktivitas Masyarakat, Jadi Salah Satu Penyebab Biodiversity Loss di SM Nantu dan Tahura B. J. Habibie
Menanggapi hasil temuan Inhides, Prof. Dedy Darnaedi, menjelaskan bahwa biodiversity loss menjadi populer pada tahun 2010, karena ada CBD temuan pertanian global karena menjadi isu bersama. Indonesia menjadi salah satu negara yang mega biodiversity dan menjadi negara yang biodiversity loss-nya berjumlah tinggi.
“Apabila kita berbicara biodiversity loss maka ada tiga hal yang harus kita perhatikan yaitu: Ecosystem Degradation (Kepuhanan Ekosistem atau bentang alam), Species Extinctionm (Kepunahan Species) dan Genetic Erosion (Kepunahan ragam genetika mulai dari bentang alam, species dan genetika), “jelas Dedy.
Dalam pengunaannya, Dedy mengklasifikasikan pengelompokan penggunaan tumbuhan oleh masyarakat di antaranya:
- TRemGA (Tanaman Rempah Keluarga);
- TAGA (Tanaman Adat Keluarga)
- TOGA (Tanaman Obat Keluarga)
- TPGA (Tumbuhan Papan Keluarga) dan
- TPerGA (Tumbuhan Pendukung Kegiatan Pertanian)
“Sebagian besar tanaman tersebut digunakan untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk komersil. Tercatat, tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dan Tumbuhan Papan Keluarga (TPGA) merupakan tumbuhan non budidaya. Hal ini tentu menjadi alasan utama terjadinya biodiversity loss yang tinggi. Penggunaan bahan kimia dan pupuk anorganik tentu akan menjadikan tanah steril, begitupun penanaman tanaman jagung,” jelasnya.
Dinamika masyarakat, seperti penambahan jumlah populasi tentu akan berpengaruh langsung dengan peningkatan sumber daya alam. Oleh sebab itu, untuk menjaga hal ini kita perlu untuk membuat pencukupan dan juga pembudidayaan untuk keberlanjutan kelestarian lingkungan.
Penelitian dapat Diteliti Lebih Lanjut melalui Pendekatan Antropologi dan Perlibatan Pemerintah dalam Penanggulangan Kawasan SM Nantu dan B. J. Habibie
Ery Damayanti sebagai penanggap dari Process Institute, menjelaskan bahwa Ia menilai penelitian ini berdasarkan ilmu antropologi, sehingga saya akan melihat penelitian ini dalam dampaknya terhadap manusia.
Ia memberikan masukan terdapat beberapa poin yang dapat ditambahkan dalam riset di antaranya adalah pengetahuan lokal, dampak dari penggunaan bahan kimia terhadap biodiversity loss, dan perubahan kultural masyarakat seperti terjadi perubahan pola yang lebih konsumtif.
“Penelitian ini diharapkan dengan rekomendasi tambahan tadi, dapat menjadi bahan rekomendasi utama bagi pemerintahan dan stakeholder lainnya. Selain itu, hasil riset ini juga bisa ditujukan untuk masyarakat sekitar sehingga masyarakat dapat lebih tanggap dan sadar atas banyaknya biodiversity loss,” jelas Ery.
Muhammad Arief Irawan yang merupakan Kepala Resort SM. Nantu, Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo, BKSDA Sulut sebagai penanggap menambahkan beberapa poin yang bisa ditonjolkan dalam penelitian di antaranya adalah luasan lokasi wilayah penelitian yang melibatkan beberapa desa di sekitarnya, riset sosial kepada 13 KK yang tinggal di dalam kawasan konservasi, dan perlibatan pemerintah dalam penanggulangan biodiversity loss yang telah dilakukan.
Di akhir sesi, Terri Repi menyampaikan kesimpulan pada kegiatan tersebut, Ia menyampaikan bahwa pihahknya sangat senang telah mendapatkan masukan saran untuk perbaikan hasil riset kedepannya. Lebih lanjut, Terri juga telah mencatat tanggapan dan juga paparan oleh para penanggap untuk menambah kaya informasi hasil riset yang telah dilakukan.
“Ini merupakan riset pendahuluan, sehingga saran masukan yang diberikan oleh para penanggap dapat menjadi insight dan juga saran untuk hasil riset kami dan untuk penelitian lebih lanjut nantinya,” pungkasnya.