Pagi hari di bulan Juli itu, suhu udara di Mollo terasa dingin meski matahari bersinar begitu terik. Itu karena Mollo terletak di kaki Gunung Nausus, Timor Tengah Selatan (TTS). Ketinggiannya mencapai 1.200 meter di atas permukaan laut. Meski begitu, udara dingin tidak menyurutkan semangat Mama Maria (50) untuk bercerita tentang masalah produksi kain tenun ikat saat ini.
“Sekarang ini susah sekali membuat kain tenun ikat, Bu. Hampir tidak ada pohon kapas. Tanaman pewarna juga langka,” ujar Mama Maria yang sudah menenun sejak usia 12 tahun sambil tak henti-hentinya memilin dan menggulung serat kapas menjadi benang.
Saat ini, Mama Maria dan teman-temannya terpaksa menggunakan benang dan pewarna sintetis yang dibeli dari pasar. Tentu saja harganya mahal. “Sebenarnya saya tidak terlalu suka karena warna sintetis tidak tahan lama dan cepat pudar,” ujar Mama Maria yang membutuhkan waktu dua bulan untuk menghasilkan satu lembar kain tenun. Ibu dari Amanatun ini juga memiliki beberapa kekhawatiran tentang organisasi kelompok penenun di daerahnya.