TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA – Cuaca mendung yang menyelimuti kawasan Bukit Keker, Banjar Nyuh Kukuh, Desa Ped, Nusa Penida, tidak menyurutkan niat Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, untuk membuka acara Loka Karya Multistakeholder Program Ecologic Nusa Penida yang diselenggarakan Yayasan Wisnu, JED, PPLH Bali dan Komunitas I Ni Timpal Kopi, Selasa (22/9/2020) kemarin.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi terkait energi terbarukan, pendidikan lingkungan dan pengelolaan sampah serta pengembangan desa wisata ekologis (DWE) sebagai upaya untuk menjawab tantangan baru yang dihadapi masyarakat Nusa Penida khususnya dan Bali pada umumnya.
Acara tersebut dihadiri 30 stake holder, diantaranya Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung, A.A Gede Putra Wedana, Camat Nusa Penida, Komang Widiasa Putra, Perbekel dan Bendesa di 6 desa, pegiat pariwisata, para pemuda dan pemudi dan anak sekolah.
Semua peserta tetap mematuhi protokol kesehatan cuci tangan, jaga jarak dan menggunakan masker.
Turut hadir secara virtual perwakilan dari komunitas GEF SGP Indonesia, UNDP, YBUL dan perwakilan dari Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Propinsi Bali.
Tepat pukul 09.30 Wita, Bupati Suwirta sempat mengunjungi fasilitas umah belajar dimulai dari TPST Nyuh Kukuh, Solar Panel, Biogas dan Galeri.
Dalam sambutannya, Bupati Suwirta mengatakan betapa pentingnya pemanfaatan lingkungan yang berkelanjutan.
Apalagi ketika terjadi pandemi seperti sekarang, dan memberikan dampak buruk pada perekonomian.
” Mudah menciptakan sesuatu, yang sulit bagaimana merawatnya. Jadi betapa pentingnya sesuatu yang berkelanjutan. Apalagi ketika terjadi pandemi seperti sekarang, dan memberikan dampak buruk pada perekonomian. Masyarakat harus kembali mulat sarira, ingat sepi saat ramai,” ungkap Suwirta.
Ketika pandemi covid-19 ini terjadi memberikan dampak yang cukup besar pada berbagai sektor, khususnya sektor pariwisata di Bali.
Sejak April 2020, semua bisnis yang berhubungan dengan industri pariwisata tidak beroperasi.
Dari hotel, restaurant, spa, hingga tempat tujuan wisata tutup, sebagian besar merumahkan karyawannya bahkan beberapa gulung tikar.
” Jangan sombong jika sektor pariwisata telah pulih. Karena ketika sektor pariwisata menghadapi tantangan seperti sekarang, banyak warga Bali tidak memiliki pendapatan, sehingga untuk membeli gas, kebutuhan sehari-hari, dan membayar tagihan listrik terasa berat,” jelasnya.
Direktur Yayasan Wisnu, Ni Made Denik Puriati mengatakan, Lokakarya Multistakeholder ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi terutama terkait dengan energi terbarukan, pendidikan lingkungan dan pengelolaan sampah serta pengembangan desa wisata ekologis (DWE) sebagai upaya untuk menjawab tantangan baru yang dihadapi masyarakat Nusa Penida khususnya dan Bali pada umumnya.
Selain itu untuk membangun kerjasama, memadukan dan mensinergikan program-program yang telah dilakukan dengan program-program pemerintah, adat maupun swasta sehingga akan ada keterpaduan program antar pemangku kepentingan untuk mewujudkan keseimbangan pulau kecil Nusa Penida.
Adapun kegiatan yang sudah dan akan berjalan diantaranya pemetaan partisipatif dan profil desa, sosialisasi pembuatan kebun rumah tangga, penanaman penghijauan pakan ternak dan tanaman pewarna, pembinaan pengerajin produk tenun dan lukisan, budidaya jaringan rumput laut, ternak dan biogas, kampanye lingkungan hidup, sosialisasi pengelolaan sampah terpadu dan energi terbarukan (biogas dan solar panel) serta pendidikan lingkungan hidup.
Sejak tahun 2018, Yayasan Wisnu bersama mitra telah melakukan berbagai kegiatan antara lain pemetaan partisipatif di 4 lokasi awal yakni Banjar Mawan-Desa Batu Madeg, Dusun Batu Kandik II-Desa Batu Kandik, Banjar Tanglad-Desa Tanglad, Banjar Semaya-Desa Suana dan Desa Adat Nyuh Kukuh-Desa Ped.
Ada juga kegiatan terkait dengan pertanian organik, kebun pekarangan rumah tangga, agro forestry untuk tanaman pangan, upakara dan juga untuk kebutuhan pakan kera.
“Ada juga kegiatan untuk pengembangan rumput laut dan produk turunan, kegiatan mengembalikan pewarna alami untuk pewarna kain tenun cepuk dan rangrang serta produk turunan, kegiatan silvopastoral/ peternakan untuk penanggulangan kelangkaan pakan ternak saat musim kering, meningkatkan gizi dan kesehatan ternak,” jelas Ni Made Denik Puriati.
Pada bulan September 2020, ada 4 lembaga mitra yang masih bekerja untuk program Ecologic Nusa Penida.
Beberapa kegiatan yang masih intensif dilakukan pendampingan, yakni PPLH Bali untuk pendidikan lingkungan dan pengelolaan sampah, I Ni Timpal Kopi untuk kegiatan penerapan energi bersih (energi surya dan biogas), Yayasan Taksu Tridatu untuk pengembangan Umah Melajah Bukit Keker sebagai tempat belajar tentang ecologic Nusa Penida
Lokakarya sesi pertama akan memberikan sebuah jawaban kesulitan energi di Nusa Penida. Seperti yang disampaikan oleh pakar PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) IGN Agung Putradhyana, bahwa PLN mensegel beberapa bisnis akomodasi di Nusa Lembongan karena mereka tidak mampu membayar tagihan. Sedangkan untuk akomodasi yang menggunakan PLTS, tetap memiliki aliran listrik.
Diana Surya berprofesi sebagai arsitek, menceritakan pengalamannya dalam menggunakan PLTS.
Dia merasa sangat terbantu sejak menggunakan PLTS. .
“Biaya instalasi yang lumayan besar, bisa diangsur melalui kredit energi di salah satu koperasi di Denpasar dan besarnya angsuran bisa disesuaikan dengan jumlah tagihan listrik rata-rata perbulan.” Imbuh seorang arsitek yang selalu meyakinkan kliennya untuk menggunakan PLTS tersebut.
Dia juga menambahkan, tentang dengan menggunakan PLTS ini juga mengajarkan kita untuk menghitung konsumsi riil kebutuhan akan listrik.
Lalu dilanjutkan membahas pengolahan sampah dan ekowisata desa, oleh Direktur PPLH Bali Catur Yudha Hariani.
Ia menjelaskan tentang problematika masyarakat dalam membuang sampah.
Menurut Catur, kebiasaan masyarakat belum berubah hingga sekarang dalam membuang sampah di tegalan, bahkan secara sembarangan membakar sampahnya.
Sampai saat ini belum ada perusahaan ikut bertanggungjawab atas produksi sampahnya di Nusa Penida.
adahal sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 81 Tahun 2012 tentang EPR (extended producer responsibility).
” Resiko tinggi pada penanganan sampah di pulau kecil seperti Nusa Penida adalah pengangkutan barang bekas keluar pulau. Disini peran perusahaan harus ikut dalam penanganannya melalui CSR-nya,” ungkapnya.
Sementara salah satu founder JED, I Made Suarnata menjelaskan, pentinganya konsep desa wisata ekologis (DWE) di Nusa Penida. Sehingga desa tidak tergiur dengan iming-iming investor luar yang kemungkinan justru mengeksploitasi potensi yang dimiliki, dan justru masyarakat mampu mengembangkan secara mendiri potensi ekologis diwilayahnya menjadi daya tarik wisata.
Tourism itu adalah bonus, bukan menjadi tujuan. Sehingga dalam kondisi pandemic seperti sekarang ini kehidupan masyarakat masih tetap berkelanjutan,” ungkapnya
Lokakarya tersebut, juga dimeriahkan juga dengan penampilan Tari Burat Wangi dan Bondres yang dibawakan oleh anak-anak binaan Umah Melajah Bukit Keker.
Puluhan peserta yang hadir sejak pagi sangat antusias dalam menanggapi dan mengajukan pertanyaan.
Tindak lanjut dari lokakarya ini, kedepan membuka peluang berjejaring dalam usaha pertanian organik dengan memanfaatkan kompos yang dihasilkan TPST dan konsultasi energi surya di beberapa hotel dan usaha hidroponik di Nusa Penida. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Dukung Pendidikan Lingkungan, Suwirta Buka Lokakarya Multistakeholder Program Ecologic Nusa Penida, https://bali.tribunnews.com/2020/09/23/dukung-pendidikan-lingkungan-suwirta-buka-lokakarya-multistakeholder-program-ecologic-nusa-penida?page=4.
Penulis: Eka Mita Suputra
Editor: Wema Satya Dinata