
(12/7/2025)
Kain Tenun dalam tatanan masyarakat Bayan tak hanya berfungsi sebagai penutup bagian-bagian tubuh. Ia mengiringi berbagai fase kehidupan di Bayan, sejak peristiwa kelahiran hingga mengantarkan raga ke peristirahatan terakhir. Tenun mengiringi keyakinan warga Bayan, berhubungan dengan Tuhan, berhubungan dengan sesama manusia, dan berhubungan dengan alam.[1]
Berlokasi di Lombok utara, penduduk Bayan yang tinggal di kaki gunung Rinjani tersebut hingga kini masih memegang teguh adat istiadat dengan kearifan lokalnya. [1]
Tenun Bayan dalam Ritual Adat
Ada banyak perhelatan adat di Bayan. Dalam setahun saja, ada sekitar 10 perhelatan sakral yang diadakan di Bayan. Dalam perayaan-perayaan besar, warga Bayan mengenakan tenun seperti peringatan Maulid Nabi, perayaan Idul Fitri, perayaan Idul Adha, ritual kematian, hingga khitanan untuk anak laki-laki. Dalam berbagai perhelatan adat tersebut, warga wajib menggunakan kain tenun.[1]
Motif Tenun Bayan
Warga Bayan pun memproduksi sendiri kain tenun yang mereka gunakan dalam perhelatan-perhelatan adat. Tenun Bayan juga terkenal dengan motif Londong Abang. Londong artinya ikatan, abang yang memiliki arti merah sebagai simbol keberanian. Londong Abang memiliki motif tenun kotak-kotak hitam dengan warna dasar merah tua.
Dalam tradisi Bayan, hanya perempuan yang boleh menjadi pengrajin tenun. Biasanya para perempuan mengerjakan kain tenun di saat senggang, setelah bertani atau setelah melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik lain.[1]
Sumber:
Panggabean, Rosa. Tenun untuk Kehidupan. Jakarta: Terasmitra berkolaborasi dengan GEF-SGP Indonesia dan Lawe Indonesia.
- Panggabean, Rosa. Tenun untuk Kehidupan. Jakarta: Terasmitra berkolaborasi dengan GEF-SGP Indonesia dan Lawe Indonesia. (hlm. 22)
Sumber: https://akallokal.or.id/index.php/Tenun_Bayan

