NERACA
Jakarta – Diversifikasi pangan perlu dilakukan untuk mengatasi kenaikan jumlah penduduk dan mengurangi impor sebagai usaha mencapai kedaulatan pangan.
“Pemerintah sudah mengeluarkan peraturan peraturan pemerintah tentang diversifikasi pangan, jadi untuk mengurangi impor salah satunya adalah penganekaragaman sumber-sumber pangan,” ujar koordinator nasional lembaga swadaya masyarakat Perkumpulan Indonesia Bersatu (PIB), Tejo Wahyu Jatmiko dalam diskusi tentang kedaulatan pangan di Jakarta Pusat, seperti dikutip Antara, kemarin.
Tejo merujuk pada Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan demi mewujudkan swasembada beras dengan meminimalkan konsumsi berat agar tidak melebihi produksinya. Hal yang sama tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam rancangan awal RPJMN itu, pemerintah mengakui adanya isu peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan naiknya populasi penduduk sebesar 1,2 persen. Sementara di sisi lain ada permasalahan di produktivitas yang redah dan fluktuasi harga yang menyebabkan daya tawar petani masih rendah.
“Sudah ada peraturannya, kalau memang pemerintah serius jalankan saja aturan-aturan yang sudah ada,” tegas dia.
Tata kelola dan manajemen, kata Tejo, perlu perbaikan karena Indonesia punya banyak pangan lokal dan tidak harus sumber karbohidrat diseragamkan untuk hanya mengonsumsi nasi. Akibatnya jika pemerintah tidak serius melakukan diversifikasi pangan bisa berdampak ketika terjadi kenaikan populasi penduduk tapi produksi beras tidak bisa ditingkatkan lagi.
Pemerintah sendiri dalam RPJMN 2020-2024 tidak menulis secara eksplisit tentang kedaulatan pangan yang sebelumnya tertuang di RPJMN 2014-2019, tetapi memasukkannya sebagai bagian dari poin pertama dari tujuh agenda pembangunan, berdasarkan rancangan sementara RPJMN 2020-2024 yang terdapat di situs Bappenas.
Masalah pangan berada di bawah agenda tersebut yang memberi penjelasan, yakni harus dilakukan pengelolaan sumber daya ekonomi yang mencakup pemenuhan pangan dan pertanian serta pengelolaan kemaritiman, kelautan, dan perikanan, sumber daya air, sumber daya energi, serta kehutanan.
Kemudian Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Indonesia Berseru mengharapkan pemerintah untuk terus mempertahankan usaha menuju ketahanan pangan meski rencana tersebut tidak tertulis secara eksplisit dalam rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Pangan jika dalam periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo khusus menjadi hal strategis yang diperhatikan, kali ini pangan hanya masuk dalam memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas,” kata Tejo.
Dalam RPJMN 2020-2024 terdapat 7 agenda pembangunan dengan poin pertama adalah memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas.
Masalah pangan berada di bawah agenda tersebut dengan penjelasan harus dilakukan pengelolaan sumber daya ekonomi yang mencakup pemenuhan pangan dan pertanian serta pengelolaan kemaritiman, kelautan, dan perikanan, sumber daya air, sumber daya energi, serta kehutanan.
Hal tersebut, kata pegiat lingkungan itu, berbeda jauh dengan RPJMN 2015-2019 yang secara garis besar memprioritaskan kedaulatan pangan.”Jadi dia lebih banyak sekarang bicara bagaimana mencukupi konsumsi tapi kemudian dari sisi produksi tidak disentuh,” katanya.
Meski demikian, Tejo memuji rencana untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam rancangan RPJMN 2020-2024, pemerintah mengakui adanya isu peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan naiknya populasi penduduk sebesar 1,2 persen. Sementara di sisi lain ada permasalahan di produktivitas yang redah dan fluktuasi harga yang menyebabkan daya tawar petani masih rendah.
Meski impor beberapa pangan masih dibutuhkan, kata Tejo, untuk mengurangi hal tersebut pemerintah bisa mulai melakukan diversifikasi pangan yang sudah digaungkan dalam beberapa tahun terakhir. mohar.
https://www.neraca.co.id/article/126990/pengamat-perlu-diversifikasi-pangan-untuk-kurangi-impor