(+62) 21 720 6125 ︱ (+62) 21 727 90520

en_US English
en_US English id_ID Bahasa Indonesia

Join Us!

Instagram Facebook-f Linkedin-in Twitter
  • Home
  • SGP Indonesia
  • Proposal
  • Publication
    • Grantees Product
    • News
    • Books
    • Photostory
    • Grantees Partner's Report
  • Gallery
  • Guidelines
  • Contact Us
  • Data Online

Menu Categories
  • Home
  • SGP Indonesia
  • Proposal
  • Publication
    • Grantees Product
    • News
    • Books
    • Photostory
    • Grantees Partner's Report
  • Gallery
  • Guidelines
  • Contact Us
  • Data Online
  • Geothermal
  • Monocrystalline
  • Polycrystalline
  • Solar Panels
  • Wind Turbine
  • Biomass
Facebook Twitter Youtube Linkedin Whatsapp

Dari Konsep PES hingga Clean Label, Solusi Ketahanan Iklim dan Ekonomi Sabu Raijua

26/07/2025 /Posted byadmin sgp
Sidi Rana Menggala, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, dalam diskusi di Kantor Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara, Kamis (24/7/2025).

 (26/7/2025) Krisis iklim memukul Pulau Sabu dan Raijua, Nusa Tenggara Timur. Komunitas lokal didera kekeringan berkepanjangan, curah hujan tak menentu, serta kerusakan lingkungan pesisir. Buntutnya, mereka ringkih secara ekologis maupun ekonomi. Nah, tercetus harapan di tengah tekanan itu: Payment for Ecosystem Services (PES) atau Pembayaran Jasa Lingkungan.

Konsep PES menjadi salah satu fokus pembahasan dalam diskusi tematik bertema “Membangun Ketahanan Iklim dan Ekonomi Lokal Pulau Sabu & Raijua melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan”, yang digelar GEF SGP Indonesia dan Yayasan Pikul di Gedung Pemerintak Kabupaten Sabu Raijua, Kamis (24/7). 

PES menawarkan pendekatan baru. Skema itu ‘mengawinkan’ pelestarian lingkungan dengan insentif ekonomi, terutama bagi masyarakat penjaga dan pelestari ekosistem. Alhasil, tercipta hubungan timbal balik antara pelindung alam dan pemanfaat sumber daya. Hal ini menjanjikan potensi ekonomi sirkular yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Ini adalah sebuah permodelan. Adalah ucapan remunerasi baik perusahaan, baik pemerintah pusat, baik pemerintah di daerah kepada masyarakat yang membantu melindungi alam,” ujar Sidi Rana Menggala, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, dalam sesi diskusi tersebut.

Pernyataan Sidi menyiratkan transformasi paradigma pembangunan. Selama ini, masyarakat lokal yang menjaga hutan, tidak merusak mata air, dan melestarikan pantai, kerap “terlupakan”. Dengan skema PES, aktivitas mereka diakui secara ekonomi. Artinya, menjaga alam bukan sekadar kewajiban moral atau budaya, tapi profesi yang bisa memunculkan potensi ekonomi.

Konsep ini juga telah sejalan dengan kebijakan nasional. Sidi menyebut PES selaras dengan Peraturan Pemerintah No. 225 Tahun 2015 tentang Pembangunan Desa Lingkungan, yang mendorong desa-desa menerapkan prinsip konservasi dan pelestarian sumber daya alam sebagai bagian dari pembangunan.

Mengutip laman United Nations Climate Change, Kosta Rika merupakan salah satu yang sudah menerapkan skema PES. Dalam program, para pemilik lahan menerima pembayaran ketika menerapkan teknik penggunaan lahan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Program didanai melalui pajak bahan bakar dan biaya air di Kosta Rika, serta melalui inisiatifnya sendiri.

Hingga saat ini, lebih dari 18.000 keluarga di Kosta Rika telah mendapatkan manfaat dari program ini, dengan investasi sebesar USD 524 juta atau setara dengan Rp 8,5 triliun dalam proyek PES dan lebih dari 1,3 juta hektare lahan yang berada di bawah kontrak PES.

Seperti yang dicontohkan di Kosta Rika, PES bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Semisal, petani yang tidak membakar hutan untuk membuka lahan akan mendapatkan insentif. Begitu juga komunitas yang membersihkan sungai, menjaga kawasan bakau, atau membiarkan pohon lontar tetap tumbuh demi menjaga keteduhan dan keseimbangan ekosistem.

Konsep ini bahkan membuka peluang kemitraan dengan sektor swasta. Perusahaan dapat berkontribusi melalui program tanggung jawab sosial (CSR) dengan mendanai aktivitas pelestarian berbasis komunitas. Di saat yang sama, pemerintah daerah dapat menetapkan skema insentif berbasis kinerja ekologis.

Memaparkan potensi tinggi dari pohon lontar, Viringga Kusuma dari Amati Indonesia menyajikan konsep Clean Label untuk gula lontar Sabu. Salah satu komoditas yang sangat diminati pasar global. Bahkan, komoditas lokasl tersebut, melalui program GEF SGP Indonesia telah dipamerkan di Indonesian House of Amsterdam, Belanda, belum lama ini. 

Seperti diketahui, pasar gula alami di India, Vietnam, dan Belanda menunjukkan permintaan tinggi akan produk gula yang sehat dan transparan. Dengan data tersebut, Viringga optimistis gula Sabu memiliki potensi besar sehingga bisa bersaing di jajaran komoditas yang mendapatkan permintaan tinggi dari pasar.

“Gula Sabu punya potensi besar karena memiliki narasi baik oleh mayoritas masyarakat Sabu yang merupakan pengolah dan penghasil gula aren. Karena itu, perlu adanya sebuah promosi clean label. Dengan begitu, olahan gula Sabu ini dapat lebih dilirik dan dihargai oleh masyarakat, baik nasional maupun internasional,” terang Viringga Kusuma.

Penerapan Clean Label berarti memastikan kualitas bahan baku dari pohon lontar yang sehat, proses produksi yang higienis, dan penggunaan wadah yang bersih tanpa bahan tambahan kimia. Transparansi dalam proses dan narasi kuat tentang sejarah serta manfaat gula lontar Sabu akan membangun kepercayaan konsumen. Sertifikasi organik dan halal juga sangat penting untuk pasar internasional.

Sementara itu, Yayasan Cemara menciptakan inovasi seperti alat masak gula lontar bertenaga surya. Alat ini merupakan terobosan menjanjikan untuk efisiensi produksi, kualitas, dan pengurangan dampak lingkungan. 

Pengembang tersebut menambahkan bahwa alat ini dapat menghasilkan gula dengan kualitas jauh di atas metode tradisional, dengan proses yang higienis dan efisien. “Alat ini adalah alat masak gula yang kita combine dengan teknik kita yang bersumber matahari,” ujar dia. 

Sekadar informasi, perubahan iklim menjadi fenomena getir yang dirasakan masyarakat Pulau Sabu dan Pulau Raijua–yang termasuk wilayah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Meski kekayaan alamnya melimpah, krisis iklim menggentayangi kehidupan warga, seperti pola hujan tak menentu, dan kekeringan berkepanjangan.

Penegasan itu disampaikan Wakil Bupati Sabu Raijua, Thobias Uly, dalam diskusi tematik yang digagas GEF SGP Indonesia dan Yayasan Pikul dengan tema Membangun Ketahanan Iklim dan Ekonomi Lokal Pulau Sabu & Raijua melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan di Gedung Bupati Kabupaten Sabu Raijua, Kamis (24/7).

Thobias menyoroti kemandirian, kolaborasi, dan adaptasi sebagai pilar utama Sabu Raijua menghadapi tantangan iklim dan ekonomi. Dalam diskusi tersebut, para narasumber menawarkan solusi dan komitmen bersama.

Diskusi ini secara jelas menunjukkan komitmen kuat dari berbagai pihak untuk mewujudkan Sabu Raijua sebagai pulau yang tangguh terhadap iklim, mandiri secara ekonomi, dan lestari dalam sumber daya alamnya.

Sumber: https://www.suara.com/lifestyle/2025/07/26/105502/dari-konsep-pes-hingga-clean-label-solusi-ketahanan-iklim-dan-ekonomi-sabu-raijua?page=2

Tags: Clean Label, GEF SGP Indonesia, Ketahanan Ekonomi, Ketahanan Iklim, Mitra Lokal GEF SGP Indonesia, Pulau Sabu Raijua, Tradisi Untuk Lingkungan
Dihantam Krisis Iklim, Pulau-p...
GEF SGP Indonesia Inisiasi Pen...

Comments are closed

GEF SGP Indonesia

Jalan Alam Segar VII No.14, RT.6/RW.16,
Pd. Pinang, Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12310

About GEF SGP Indonesia

    • Services

    • Media

    • News

Contact Us

Phone :

+62 21-720-6125

+62 21-727-90520

Whatsapp ( chat only ) :

+62 813-3350-4969

Email : info@sgp-indonesia.org

© GEF SGP Indonesia 2023