Sejak 1993, Yayasan Wisnu telah mengawali pemberdayaan masyarakat untuk memastikan pembangunan berkelanjutan di Bali. Bermula dari mengajak pelaku pariwisata di Bali untuk mendaur ulang sampah mereka, kegiatan Yayasan Wisnu berkembang ke program pemberdayaan di desa dengan pendekatan partisipatif. Melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dibuat di tingkat desa, pendekatan dilakukan melalui organisasi tradisional yang sudah ada seperti banjar dan subak untuk berdiskusi mengenai pariwisata masal, keterpinggiran warga lokal, dan berbagai isu khas lainnya.
Berbagai aktifitas dan kegiatan telah dikembangkan oleh Yayasan Wisnu. Kopi organik yang dikeringkan dengan solar tunnel dryer adalah salah satunya. Teknologi tenaga matahari ini membubat biji cepat kering dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan oleh masyarakat adat Kiadan. Sementara itu, Desa Sibetan memproduksi Salacca, wine dari salak. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar harga salak tidak jatuh pada saat panen raya. Di Nusa Ceningan, masyarakat mengikuti pelatihan perawatan panen rumput laut sebagai bagian dari manajemen terpadu pulau kecil. Untuk kelompok perempuan, Yayasan Wisnu menggalakkan pewarnaan tenun dari bahan alami dari tumbuhan di Desa Tenganan. Kini menenun tidak hanya tradisi, namun juga menjadi alternatif pencaharian di perempuan di desa tersebut. Kesemuanya ini tidak lepas dari tujuan utama yaitu untuk menjaga sumber daya alam serta kearifan lokal di Bali, agar tidak tergerus oleh pembangunan pariwisata.