Boalemo, InfoPublik – Kelompok tani hutan Nantu Lestari menanam bibit pisang di ladang-ladang anggotanya secara bergotong royong. Kegiatan ini dilaksanakan bergiliran di pada setiap anggotanya.
Ladang yang ditanami bibit pisang itu merupakan ladang subur yang selama ini diabaikan atau kurang diperhatikan. Dengan menanami ladang, produktivitas pertanian mereka diharapkan semakin meningkat.
“Petani di Dusun Tamilo ini semakin bersemangat setelah ada program global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP). Kami mendapat pendampingan dari kelompok tani Marsudi Lestantun,” kata Kang Gepeng, ketua kelompok tani hutan Nantu Lestari, Minggu (10/3/2024).
Bahkan Kelompok Nantu Lestari sejak awal berjalannya program ini sudah membuat lokasi pembibitan berbagai tanaman. Bibit yang diproduksi secara swadaya itulah yang kemudian mengisi lahan kosong di setiap kebun warga.
“Tiba-tiba saja kami tersadar, ada banyak potensi yang ada di sekitar. Kami segera memanfaatkan potensi itu untuk mendukung pertanian yang ramah lingkungan,” tutur Kang Gepeng.
Menurut Kang Gepeng, kelompoknya langsung memanfaatkan kotoran sapi yang selama ini menggunung di belakang rumah menjadi pupuk bokashi. Pembuatannya pun mudah, hanya mencampur kotoran sapi dengan abu sekam secara merata, kemudian disemprotkan air yang sudah ditambahkan dengan EM4. Setelah itu, ditutup rapat dengan terpal plastik.
“Selama ini kotoran sapi menumpuk di samping kendang, tidak tahu mau dibuat apa. Sejak ada pendampingan ini, langsung saja kami melihatnya sebagai barang yang bernilai tinggi,” ungkap Kang Gepeng.
Dengan memanfaatkan pupuk bokashi, para anggota kelompok Nantu Lestari tidak perlu membeli pupuk kimia yang mahal dan langka. Cukup dengan pupuk bokashi yang gratis tadi, tanaman yang dibudidayakan di kebunnya dapat tumbuh subur dan produktif.
Kang Gepeng meyakinkan kepada para anggotanya bahwa dengan fokus meningkatkan produktivitas ladang mereka, maka penghasilan dari buah, sayur, coklat, jengkol, dan sebagainya akan semakin meningkat.
Peningkatan produksi tersebut berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan para petani. Apalagi, rata-rata para petani di Tamilo memiliki ternak sapi atau kambing yang dapat diintegrasikan sebagai sistem pertanian yang terpadu.
Salah satu pendamping kelompok tani Nantu Lestari, Bunaeri, menjelaskan bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan saat melakukan pendampingan karena mereka sama-sama petani. Bunaeri pun mendorong para petani untuk lebih meningkatkan produktivitas lahannya dengan tanaman bernilai ekonomi tinggi dan tidak merusak.
“Kalau lahannya berupa lereng, kami dorong untuk menanami dengan jenis tanaman tahunan seperti kopi atau coklat. Tanaman itu familiar dengan warga Tamilo,” tutur Bunaeri.
Di daerah lereng, kata Bunaeri, warga dilarang menanam jagung atau tanaman yang berumur pendek lainnya karena dikhawatirkan terjadi longsor dan merugikan petani. Longsornya lahan pertanian pun sering disaksikan petani, sehingga tidak sulit mengajak mereka untuk melaksanakan pertanian berkelanjutan.
“Ini soal kebiasaan saja. Kalau petani sudah terbiasa dengan cara-cara bertani yang ramah lingkungan, maka kesejahteraan petani dalam jangka panjang akan meningkat, alam juga lestari,” papar Bunaeri.
Di Provinsi Gorontalo program GEF SGP dijalankan di sekitar Suaka Margasatwa (SM) Nantu dan wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) Gorontalo. Program ini diperkuat oleh lembaga mitra yang berasal dari perguruan tinggi, lembaga nonpemerintah, serta kelompok masyarakat.
Masuknya program GEF SGP ke Tamilo sangat membantu warga sekitar dalam peningkatan kapasitasnya. GEF SGP juga membantu meningkatkan penguatan institusi komunitas lokal menghadapi tantangan ekologis.
Kelompok Nantu Lestari adalah kumpulan para petani yang berada di Dusun Tamilo, Desa Saritani, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo. Desa Saritani berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa (SM) Nantu.
Dusun Tamilo merupakan desa persiapan dengan desa induknya, Desa Saritani. Tutupan lahan di Tamilo didominasi oleh hutan sekunder/lahan kering sebesar 1.759,5 hektare atau sebesar 42.83 persen dari luas wilayah dusun.
Sementara tutupan lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan terdiri atas tanaman kelapa, kebun dan tanaman campur, sawah, dan sawit, dengan luas 2.137,3 hektare atau sekitar 52 persen dari luas wilayah Dusun Tamilo. Sisanya, sebesar 211,1 hektare merupakan lahan terbangun (permukiman), semak belukar, tubuh air (sungai dan sawah) dan tanah kosong/lahan terbuka.
Luasnya lahan pertanian dan perkebunan secara penguasaan terbagi atas dua, yakni lahan yang dikuasai oleh masyarakat sebesar 1.324,3 hektare, dan lahan yang dikuasai oleh perusahan untuk pengelolaan perkebunan sawit sebesar 813 hektare. (mcgorontaloprov)