Ketahanan pangan, terutama beras di lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru, Penajam Paser utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dinilai belum bisa dikatakan aman. Pemerintah dituntut bisa membuat keputusan tepat terkait hal tersebut.
Koordinator Perkumpulan Indonesia Berseru Tejo Wahyu Jatmiko mengatakan, lahan di Pulau Kalimantan sebagian besar dihiasi perkebunan dan pertambangan. Beras untuk IKN baru diprediksi dipenuhi dari luar Kalimantan.
“Titiknya (produsen beras) di Jawa, sebagian di wilayah Sumatera, dan Sulawesi yang merupakan produksi beras terbesar,” kata Tejo di Jakarta, Rabu (15/1).
Ia menilai, pemerintah tidak memperhitungkan lahan yang mencukupi untuk tanaman pangan di Ibu Kota baru. Apalagi, kata Tejo, kota-kota di Indonesia memang tidak dirancang untuk memproduksi pangan, termasuk beras.
“Saya belum lihat pemerintah merancang lahan pertanian di IKN baru. Paling kalau mau digerakkan pertanian kota, itu pun produksinya sayur-sayuran. Sumber karbohidrat (beras) tetap dari pedesaan,” ujarnya.
Di sisi lain, Tejo melihat tekstur tanah di lokasi IKN baru bergelombang sehingga akan sulit ditanami padi. Sekalipun bisa ditanami padi, lahannya harus memiliki sistem irigasi yang baik.
“Kalau mau dikembangkan, ya tanam padi ladang. Namun, saya lihat bukan di daerah itu (lokasi IKN baru),” kata dia.
Tejo mengatakan, jika mengacu perencanaan pembangunan, pasti ada perencanaan di regional yang bertujuan menghindari ketimpangan. Apakah di tingkat provinsi ataupun di tingkat kabupaten.
“Terus terang saya yakin tidak ada hitung-hitungan pemenuhan lahan di IKN baru,” ujarnya.
Dia meyakini kebutuhan pangan, terutama beras, akan dipasok dari luar Kalimantan. Namun, biaya yang akan dikeluarkan pemerintah bakal lebih tinggi. “Imbasnya pemerintah akan mengeluarkan biaya besar untuk ongkos logistik,” ujarnya.
Reportase : Herry Supriyatna
Editor : Didik Purwanto
Editor : Didik Purwanto
https://m.harnas.co/2020/01/15/ketahanan-pangan-di-ibu-kota-baru-dipertanyakan